8/29/23

Malas, Cinlok, dan Akhir Tak Bahagia

Yuhu! 

Bjir pas gue liat lagi ternyata terakhir gue nulis udah 2019, 4 tahun lalu! Ain't time goes by so fast with all those crazy pandemics and stuff? 

Pandemi kemaren gak main-main sih, karena gue dan temen-temen gue banyak ngalamin kehilangan orang-orang terdekat yang pastilah nggak tergantikan. Tapi gue bukan mau cerita-cerita sedih sih di sini, like, udahlah, sedih-sedihannya udah cukup pas ditinggal kemaren aja. Gue justru mau cerita apa ya...tentang kemalasan gue. Wakakak.

Ya, jadi gini, tahun ini kan intinya gue genap satu dekade single. Apa aja sih yang gue dapetin selama 10 tahun ini? Yang jelas, sih, satu: rasa malas. Malas mencari pasangan, malas mencari teman kencan, malas ikut online dating, malas drama, malas melayani orang-orang nggak jelas apalagi stranger, malas scroll halaman dating apps yang ujung-ujungnya cuma buat swipe kiri foto orang-orang yang tidak visual, intinya gue malas sekali mengundang orang baru secara aktif. Artinya apa nih, Bang Messi?

Artinya, gue sang pakar cinlok cenderung demen sama yang ada di depan mata aja. Meskipun mereka obviously bloody bright red flag. 

Bentar, kok gue jadi malas ya melanjutkan nulis ini? WKWK makanya judulnya jangan 'Malas' dong!

Tapi, kemalasan gue, tuh, sebenernya bukan cuma soal itu aja. Sering gue tuh misalnya pengen melakukan sesuatu, udah kepikiran nih mau dikerjain, tapi tiba-tiba malas dan nggak jadi. Ini mencakup apa aja sebenernya, termasuk mendaftarkan kantor buat ikutan beauty contest di perusahaan tempat temen gue kerja yang notabene membawa gue selangkah menjadi partner di kantor, ya walaupun emang guenya nggak mau jadi partner, orang gue kepengen switch career jadi istri duda kaya childfree budak korporat di perusahaan, kok. Wkwkwk.

Oke, balik lagi ke soal malas mencari partner, sang pakar cinlok akhirnya kena batunya. Ya soalnya gini aja deh, gue udah bergabung di 'suatu tempat' selama 7 tahun lebih dan nggak pernah di situ ketambahan anggota yang sangat menarik secara visual. Oh bukan, bukan berarti gue nggak pernah naksir siapapun di situ, pernah kok, malah pernah gue ceritain di sini. Cuma waktu itu gue naksirnya agak lamaan bukan yang love at the first sight tapi karena sering interaksi, dan setelah dia pun nggak ada orang lain sama sekali yang bikin gue merasakan hal serupa. Bayangin aja, gue naksir si sugar-sugar itu sekitar akhir 2015 sampe...entahlah, mungkin tengah atau akhir 2016? Setelahnya cuma bergabung anggota-anggota hopeless yang tidak menarik secara visual dari tahun ke tahun, gimana bisa gue percaya bakal bergabung anggota menarik? Jadi gue tantangin aja sekalian dengan bilang: 

Gue mah, nggak bisa, lah, naksir-naksir orang dari online dating dan dikenalin, gue bisanya naksir sama yang datang ke depan mata gue

Tentunya dengan ekspektasi bahwa sampai kapan pun nggak akan pernah gue naksir siapapun karena yang datang ke depan mata gue nggak pernah cukup taksir-able.

Beberapa bulan menuju satu dekade kejombloan gue, akhirnya gue kena. Cuma ini naksirnya bukan sekadar karena cinlok sih, ya, melainkan juga karena targetnya cakep WKWKW cuma dibilang love at the first sight nggak tepat juga, mungkin lebih tepat kalo tertantang at the first sight gak, sih AWOKAOKWOAKWO I mean like, 'oke, lo lucu, walau aneh, tapi lucu, gue suka' gitu. Cuma, ya, mungkin karena ketemu tiap hari dan gue nggak (seberapa) ngincer buat jadi pacar dan beliaunya juga masih ada pacar ya jadi gue nggak melancarkan serangan kilat. Hubungan gue sama dia juga cuma sebagai sesama keyboard warrior yang saling ngemodus dan ngegombalin semacam di Portland, lagu favorit gue ini:

Breathe it in just to keep us dysfunctional
We’re holding strings to see who’s more delusional
You lead me on to the edge of my seat
As I'm hanging on to every word to make ends meet
Expanding options as we run out of things to say
LED screens with small talks just to display
Conveying scenes that could fuck my whole day up
And sinking feelings, would this be enough?

Well, long story short, in the end we confirmed that we indeed adore each other, we like each other, we want each other, cuma karena ada tembok tinggi? atau jurang yang sangat dalam? kita bahkan nggak bisa jadi pacar selain karena emang gue nggak mau berurusan dengan keribetan status pacar yang selama ini selalu bikin gue jadi orang problematik. Also, we knew exactly that our sad ending is before our eyes jadi mending nggak usah dinaikin statusnya and we just have fun with the present, making every moment worth spending, while I make sure we're both happy with every single time spent together. Ada gila-gilanya, sih, emang, udah tau nggak bisa bersatu, nggak bisa dapat happy ending, tapi digas terus wkwkwkw well but that's just what it is. When this ends, I don't want us to hate each other or to recall what we had in pain, I want us to remember us as one of the nicest memories in our lives. 

Oh, ya, balik lagi ke soal kemalasan, guenya juga aneh, deh, sepanjang situationship ini (dan dari sebelumnya, sih). Kayaknya kemalasan gue melakukan apa-apa tuh makin bertambah, ya itu, mau melakukan ini-itu tapi keburu malas dan akhirnya nggak jadi. Mau baca ulang chat gue sama dia, malas. Mau bilang suka/sayang properly, malas. Mau muji apanya gitu, malas. Bahkan mau cemburu atau curiga terkait misalnya dia berhubungan sama orang lain juga malas karena emang gue nggak ada hak awkowkoakoak tapi di sisi lain nggak apa-apa, deh, gue malas. Abisnya kalo nggak banyak malasnya nanti semuanya dikerjain dan ujungnya jadi baper sampe rusak mental health kayak yang udah-udah, padahal pacaran aja enggak. Ini juga, sih, yang bikin gue jadi nggak mau dapet status pacar, begitu putus pasti bakalan hancur lebur guenya, walau nggak tau juga, sih, ya, setelah satu dekade masih sama atau nggak. Cuma, 'kan, mending diantisipasi dari sekarang daripada bablas dan guenya rusak beneran sampe nggak bisa sembuh lagi.

Kayaknya satu dekade single ini bikin gue jadi terlalu nyaman sendirian dan terlalu sayang sama diri sendiri, deh. Gue jadi bener-bener nggak mau lagi kehilangan diri gue sendiri kayak kalo dulu suka atau jadian sama orang. Pun ketika beliau bilang ingin sesuatu dari gue, yang kalo didenger sama gue yang dulu pasti gue akan berbunga-bunga dan mengiyakan, gue tetap teguh nggak mau mengabulkan karena gue udah memutuskan untuk nggak memiliki itu dengan siapapun due to financial and mental health issues. Lagian juga, kenapa dia pengen itu, sih, dari gue? 'Kan, gen dia udah cakep wkwkwk kalo digabung sama gue apa gak terancam rusak? AWKOAWOWKOAKWOAK~

Baiklah, jadi, kayaknya sekian dulu cerita gue tentang kemalasan dan percinlokan ini. Intinya sih, sendirian itu enak banget, sempurna, bahkan mungkin terbaik buat gue, tapi ternyata kalo ada orang yang suka dan gue juga suka rasanya hidup jadi lebih lengkap meski statusnya nggak bisa naik :')

I'm perfect all by myself, but your presence brightens up my days

Oh anyway, we do everything in the dark. Nobody, especially people in our circle, is allowed to know about this. As for me, I cannot let too much people know about us too, because...

well...

I have a reputation to maintain :)

7/25/19

d u f f

Finally, I am a Master of Intellectual Property Law.

After three years. Yep, three straight years. I've always been wondering why post-graduate students sometimes do not make it just in two years, what could be so hard in writing the thesis, but BAM! It happened to me.

I could not make it in the first semester due to the late assignment of lecturer-in-charge. He was assigned on April while the last presentation would be on June or July. I believed I would not make it just in three months, especially because I have lost all the mood and thrills, also I got a lot to do at workplace.

I almost made it in the second semester, but then a loss happened. A big, sudden loss I never experienced, ever. I mean, this sort of loss happened several times, but they never affected me since as you see, I am not sort of a person easily attached to things, to people. But this one loss affected me. Like...

I don't even want to talk about what kind of loss it is. I never do.

So, I decided to give up on that semester and just tried to recover myself by drawing and drawing so much. I even had my debut at a comic market event, the 12th Comic Frontier or Comifuro 12, since I had a lot of drawings scattered so I thought why didn't I just make them into fan-merchandises and sell them. Turns out that the selling was better than expected. I didn't know there are people in this country beside me who would pay enough attention to Marvel's Venom.

In the third semester, I started to think that I don't want to pay a big amount of money anymore to the campus so I started writing. Actually, maybe, the writing itself does not really take three semesters, I can even make some revisions just in two days, but to find the mood was a hard work, really -_- good thing I finally made it. 

And actually, I heard from a friend that my ex lover is currently studying business law in the same campus with mine. When I heard it, I started calculating when he would graduate and whether we would meet at the graduation ceremony. Since I am bad at math (and everything else), I was terrified and finally found another reason to just finish the thesis and graduate. When everything was done, I tried calculating again and found out that actually we would never meet at the ceremony. My last chance to finish the study is the next semester, means I must be graduating by January 2020 or I would got dropped out. Meanwhile, he is a student of class 2018 and the earliest graduation for him is still in July 2020. Not to mention I still do not want to pay more money to the campus, that I'd rather use that amount to go traveling.

Besides, so what if we met? He didn't even pay for my ceremony :p

Still, I do not want to see him. Not anywhere, not especially in the ceremony. The only place where I want to see him is on my screens.

As one of my children, Daffi R. Zainal.


Well then, until the ceremony.

6/5/18

Dear Organda dan Supir-Supir Sialan

Kalian ini emang bener-bener makhluk laknat tidak tahu diri dan tidak tahu terima kasih.

Bertahun-tahun saya pakai jasa kalian, dari mulai harga masih di bawah lima ribu sampai sekarang sudah hampir sepuluh ribu mendekati ongkos bis, kalian sama sekali tidak pernah berubah. Kalian tai semuanya.

Kalian, supir-supir sialan, tidak pernah memberikan pelayanan baik kepada penumpang. Entah apa motif kalian tapi penyakit kalian yang selalu saya lihat dari era ke era itu adalah jika bertemu dengan sesama kalian maka kalian akan kebut-kebutan. Sungguh, itu memuakkan dan tidak berfaedah. Bahkan merugikan penumpang, apalagi jika mobil sedang dalam keadaan kosong. Sekarang mungkin lomba itu sudah tidak kalian lakukan lagi, tapi kebut-kebutan melawan entah apa tetap kalian lakukan. Kalian tidak pernah peduli dengan kondisi jalanan, mau jalanan mulus atau tidak mulus. Kalian tidak pernah peduli dengan penumpang yang terganggu, bahkan terlempar, ketika kalian sedang ngebut. Saya bahkan pernah beberapa kali mendapati ibu-ibu tua terlempar atau apalah ketika kalian ngebut, dan kalian hanya bisa minta maaf padahal jangan-jangan anggota tubuh si ibu sudah bergeser atau terluka apalagi ibu itu sudah tidak muda lagi. Hei kontol Ultron, kalau segala hal bisa diselesaikan dengan maaf lalu apa gunanya ada penegak hukum?

Kebiasaan lainnya yang tidak kalah memuakkan adalah kalian seenaknya menurunkan penumpang sebelum sampai ke tujuan, dengan alasan mobil kosong lah, apa lah, kalian ada keperluan lain lah, peduli setan. Masih mending kalau ketika penumpang diturunkan langsung bisa naik ke mobil berikutnya yang datang, ini seringkali mobil berikutnya datang begitu lama dari saat diturunkan. Kan bangsat. Buang-buang waktu. Kenapa sih kalian harus melakukan itu? Kenapa kalian nggak antarkan kami, penumpang, sampai tujuan apapun yang terjadi karena itu kan tugas kalian? Kenapa kami harus peduli dengan mobil kosong dan urusan kalian yang lebih penting daripada mengantar kami? Kalian sedang bekerja di jam kerja. Kalau memang ada urusan lain, kenapa kalian tetap menyupir angkot dan mengambil penumpang? Nggak usah aja dari awal bisa kan? 

Yah, kalian memang makhluk laknat layak binasa, mana ngerti sih logika semacam ini.

Lalu yang lebih lucu lagi adalah belum lama ini sewaktu ojek dan taksi online mulai menjamur, kalian demo. Kalian, para supir bangsat sialan tidak tahu diri dan tidak berperikepenumpangan ini. Kalian demo karena kalian kehilangan penumpang. Penumpang berkurang, penghasilan berkurang. Heh. Serves you right, peju amuba. Kalian pikir kalian ini siapa? Kalian pikir kalian berhak demo dan protes dengan tuntutan semacam itu? Memang kalian sudah melakukan apa sehingga merasa lebih layak mendapatkan penumpang daripada ojek dan taksi online? Sudah memberi pelayanan yang terbaik untuk penumpang? 

Jangan bikin saya ketawa, deh.

Setelah hype demo-demo ojek online berakhir, saya pikir kalian berubah. Memang sih, kualitas mobil angkot ditingkatkan. Saya hampir udah nggak pernah lagi menemukan mobil tua butut dipakai untuk mengangkut penumpang, semuanya mobil baru. Tapi yah, itu saja. That’s that. Selebihnya, perilaku kalian yang saya bahas di atas tidak berubah sama sekali. Kalian masih ngebut dan seenaknya menurunkan penumpang. Padahal justru penumpang lebih membutuhkan perbaikan perilaku daripada infrastrukturnya. Buat apa mobil baru dan bagus jika kami masih tidak diantarkan sampai ke tujuan?

Organda, pernah nggak kalian peduli dengan keadaan ini? Saya bukannya tidak sadar dan tidak mau tahu, kok, bahwa supir-supir sialan kalian itu berperilaku layaknya manusia purba karena sistem kejar setoran yang kalian terapkan. Kalian nggak ingin melakukan perbaikan apa, gitu, untuk bersaing dengan ojek online dalam memberikan pelayanan terbaik ke penumpang?

Sincerely,
Pengguna angkot selama 18 tahun


11/20/17

There is No Such Thing As 'Pelakor'

Enggak ada itu yang namanya 'pelakor', yang mana adalah singkatan dari 'perebut laki orang'. Istilah yang beken dipake sama ibu-ibu maupun gadis-gadis jaman now, terutama yang aktif berselancar di internet, untuk menyebut wanita yang mendapatkan pasangan (laki-laki) yang sebelumnya adalah pasangan (bisa pacar atau suami) wanita lain. 

Gue sendiri nggak tau kapan istilah ini lahir di kalangan warganet maupun yang bukan warganet, tapi kayaknya sih udah lama, semenjak kasus mamat dhani yang nikah sama mvlan setelah cerai dari istrinya yang udah ngasih 3 anak cakep bener, m4i4. Sori, nama-nama ini terpaksa gue sensor karena males kalo nanti ada yang search nama mereka di Google terus muncul link postingan gue ini. Nah semenjak kasus itu, warganet terutama yang cewek jadi rame-rame nge-bully si mvlan di medsosnya terutama di instagarem. Bahkan sampe ada akun khusus haters-nya dia di instagarem, yang isinya post dan berita jelek-jelek soal dia itu.

Selain mvlan, artis lain yang disebut pelakor dan juga di-bully rame-rame sama warganet di medsosnya itu ayv think think, yang dulu emang sempet digosipin deket sama rapi amat setelah dia jadi lakinya gigi bukan hadid. Bahkan sampe soal dia bikin clothing line yang foto-fotonya ngambil dari situs clothing line luar negeri pun warganet, loh, yang ngasih tau hahahaha banyak kerjaan banget, yah, warganet yang mantengin kehidupan dia. Bahkan di berita artis lain pun bukan nggak mungkin dia tetep disebut-sebut dengan prestasinya sebagai pelakor itu.

Warganet oh, warganet.

Eh tapi sekarang konon katanya nyebutnya udah bukan lagi pelakor tapi 'valakor', plesetan dari Valak, setan di film The Conjuring. Jadi si perebut laki orang itu disamain sama si Valak gitu mungkin, ya. 

Anyway,

Menurut gue, enggak ada itu yang namanya pelakor. Perebut laki orang. Nonsense.

Perebut. Berasal dari kata 'rebut' dan diberi imbuhan pe- di depan, sebagai penanda kata benda. Rebut sendiri menurut KBBI adalah:

re.but /rĂªbut/
  • v rampas, ambil dengan paksa (barang orang)
(1) Rampas, (2) Ambil dengan paksa. Apa yang dirampas dan diambil? Barang milik orang lain. Apa sih arti kata barang menurut KBBI?

ba.rang1
  1. n benda umum (segala sesuatu yang berwujud atau berjasad): -- cair; -- keras
  2. n semua perkakas rumah, perhiasan, dan sebagainya: --nya untuk membayar utang
  3. n bagasi; muatan (kereta api dan sebagainya)
  4. n muatan selain manusia atau ternak: truk yang mengangkut -- terguling di tikungan itu 
Dari definisi nomor 1 sampai 4 nggak ada satu pun yang menyebutkan bahwa barang itu bisa berarti manusia, bahkan di definisi nomor 4 jelas disebut bahwa barang bisa berarti muatan KECUALI manusia atau ternak.

Jadi apakah mungkin yang namanya laki orang, dalam hal ini pacar seseorang atau suami seseorang bisa direbut? Ya mungkin aja, kalo pacar atau suami itu barang. Kan ada tuh orang yang menikahi sex doll. Kalo itu, sih, masuk akal banget. Ketika si sex doll yang udah berstatus suami seseorang ini diambil sama cewek lain dan dinikahi, baru bener itu istilah si cewek itu merebut suami orang. Dan karena sesuatu yang direbut itu haruslah berupa barang milik orang lain, dalam hal ini kan berarti benda mati yah, bukan manusia atau hewan, berarti pada saat direbut maka si barang ini tidak mungkin melakukan perlawanan, toh? 'Kan, benda mati. Kalo manusia atau hewan, pasti masih bisa melawan atau menolak, atau memberontak, atau meronta, apapun namanya yang dilakukan seseorang atau sesehewan ketika dia tidak menerima perlakuan tertentu.

Jelas, 'kan, nggak mungkin suami atau pacar orang itu masuk kategori barang kecuali dia sex doll

Lagian, suami dan pacar orang itu enggak direbut, lah. Kalo barang direbut ya wajar, barang nggak bisa melakukan perlawanan. Lah ini suami dan pacar yang jelas-jelas manusia dan bisa melawan kok bisa direbut? Berarti mereka nggak melakukan perlawanan juga, 'kan? Dan karena manusia, maka nggak melakukan perlawanan itu berarti 'setuju' direbut sama si 'pelakor', yang artinya merekanya emang mau pindah ke cewek baru itu, dan udah nggak mau lagi sama si istri atau pacar. Berarti enggak ada perebutan di sini. Karena merebut itu adalah tindakan aktif satu pihak, sedangkan obyek yang direbut ya pasif aja, nggak melawan. Sedangkan dalam hal suami atau pacar orang berpindah ke lain cewek, artinya 'kan ada persetujuan antara cewek yang baru dengan si suami atau pacar tersebut? Kalo si suami atau pacar itu nggak setuju atau melawan, dan tetep mau bertahan dengan istri atau pacar yang sekarang, maka nggak akan ada toh yang namanya perpindahan ke lain cewek?

Jadi, 'pelakor' itu nggak ada, ya, mbak-mbak, ibu-ibu, dan seluruh warganet yang budiman. Cewek yang kegenitan ngegodain suami dan pacar orang mungkin ada aja (begitu pula cowok), tapi kalo suami dan pacar yang digoda enggak mau sama si cewek itu maka nggak akan ada tuh suami dan pacar yang 'direbut'. Lagipula, 'kan warganet ini udah pada pintar, ya, masa' sih masih harus diajarin lagi kalo yang namanya hubungan percintaan itu melibatkan dua orang?

Kalo cuma satu orang itu namanya bukan percintaan, tapi pengharapan.

Ngerti?

Kalo ngerti, stop menggunakan istilah 'pelakor' ini, yah. Dan stop mem-bully cewek-cewek seperti mvlan, ayv think think, dan sejenisnya. Bully aja lakinya, 'kan mereka yang mau selingkuh? :p 

5/8/17

Farewell, Telkomsel

Dua minggu lalu, website Telkomsel kena hack. Halaman depannya penuh dengan kata-kata kasar tapi masih batas wajar yang isinya protes terhadap harga kuota internet yang mahalnya nggak masuk akal.

Gue sebagai salah satu pengguna setia sejak 2005/2006 cuma bisa bilang:

M
P
O
S
H

WKWKWKWKWKWKWKWKWKWK. 


Karena toh sepertinya lebih banyak orang yang berterima kasih kepada hacker yang melakukan peretasan itu dan menuliskan apa yang selama ini menjadi uneg-uneg kami, isi hati yang nggak pernah bisa kami sampaikan karena kalaupun kami sampaikan kami tahu betul nggak bakalan ada gunanya.

Apa pasal? Yah, jangankan si Telkomsyit. Selain orang-orang yang berterima kasih, masih ada kok orang-orang yang malah ngebelain dengan dalih harga sudah sesuai servis lah, itu strategi marketing, lah, bahkan sampe ngata-ngatain kami miskin gara-gara nggak bisa beli kuota internet.

Maap-maap kate nih ye. Aye mah kaye raye. Duit buat beli kuota mah adeee.

Tapi lo kira gue rela keluarin duit banyak kalo jumlah kuota yang gue terima nggak sebanding dengan harganya? Nih gue kasih liat dulu bunyi protes si hacker di bawah ini.

ini mah kasar tapi masih batas wajar kalo dibandingin kebejatan Telkomsyit

Gue biasa langganan 2GB seharga 95ribu, yang mana adalah harga wilayah karena harga aslinya kalo nggak salah 75ribu. Itu aja udah mahabullshit kan? Lo jual paket harganya 75ribu tapi karena gue tinggal di Bekasi gue kudu bayar 95ribu. Di mana logika hatiku jatuh cinta kepadanya? Yang boleh kagak pake logika itu cuma cinta, karena cinta ini kadang-kadang tak ada logika! Kenapa cuma gara-gara gue tinggal, atau beli kuotanya, di Bekasi maka gue kudu bayar 20ribu lebih mahal? Kenapa kudu ada perbedaan harga untuk setiap area coba? Dulu nggak kaya gitu. Apa karena Telkomsyit nggak punya menara di area tertentu khususnya yang mahal? YA BIKIN LAH PEJU KUDA NIL! Profit lo dari ngeruk duit kami kan gede, masa bangun menara aja nggak bisa?

Kedua, entah kenapa harga 95ribu ini enggak lagi terdiri dari 2GB melainkan 1,5GB flash4G dengan bonus 2GB flash berlaku selama 15 hari, sisanya 5GB Hooq dan Viu. Heh bgst, kalo itu bonus 15 hari udah abis terus 15 hari sisanya gimana? Kami disuruh eman-eman dengan 1,5GB gitu? Kenapa gak dipaketin pol aja sih 2GB berlaku 30 hari gitu? Nyusahin banget. Gara-gara paket sialan ini, gue jadi boros banget. Sebulan bisa berapa kali gue beli itu paket, apalagi kalo gue lagi jarang di rumah dan di kantor yang artinya gue nggak bisa pake wi-fi. Waktu banjir kemaren dan gue kudu hijrah ke lantai dua dan nggak kena wi-fi, kelar idup gue gegara kuota abis melulu.

Nah yang paling bikin gue kesel adalah kuota Hooq dan Viu sebanyak 5GB berlaku sebulan. Gue nggak tau jelas apa itu Hooq dan Viu tapi kurang lebih gue tau itu saluran streaming video semacaman Netflix dan kawan-kawan. Semenjak dahulu kala waktu hape gue masih si Macaron, Galaxy S3 yang layarnya udah cukup banget buat nonton film kayak orang-orang yang suka pada nonton drakor di omprengan itu, gue nggak pernah sekalipun masukin file film ke dalem hape. Sekarang pun gue melakukan hal yang sama pada Alice. Kenapa? Yha karena gue nggak suka nonton film di hape! Gue nggak suka mantengin hape lama-lama buat nonton film sekaligus baca subtitle, mendingan di laptop atau TV sekalian. Terus kalo gue nggak suka, dan nggak pernah nonton, HARUS BANGET GUE PAKE HOOQ DAN VIU GARA-GARA KUOTANYA MASUK KE DALEM PAKET YANG GUE BELI?

OGAH BANGET, KUTIL DINOSAURUS!

Dijualnya kuota Hooq dan Viu, dan sekarang VideoMax, adalah murni PEMAKSAAN. Kami nggak mau pake, kenapa dipaksa? Kalo kami nggak mau, kami nggak punya pilihan lain juga 'kan, karena itu termasuk ke dalem paket yang kami beli? Terus di mana itikad baik Telkomsel? Oke fine kalo emang ternyata di daerah-daerah hiburan masyarakatnya adalah streaming video di ponsel jadi Hooq dan Viu berguna banget buat mereka, nggak masalah. Tapi masa kami yang nggak streaming juga harus ikutan streaming padahal kami nggak mau? 5GB itu kan lumayan banget buat dipake untuk keperluan lain, misalnya mungkin beli tiket pesawat atau kereta atau buka e-mail yang attachment-nya besar atau untuk upload download data penting ke iCloud atau DropBox atau streaming video penting yang ada hubungannya dengan kerjaan dan kuliah di YouTube, dan apapun selain streaming Hooq dan Viu. Masa kami nggak dikasih pilihan untuk beli paket yang nggak termasuk Hooq dan Viu sama sekali?

Si hacker juga nulis soal nggak usah dibedain layanan 2G, 3G, dan 4G, nah ini juga emang aneh banget kenapa kudu dibedain tapi gue nggak seberapa terganggu jadi nggak akan gue bahas.

Di hari website di-hack, kuota gue abis pas gue masih di angkot di jalan menuju kantor. Karena gue biasa turun di terminal Kampung Melayu, gue berencana beli pulsa internet aja di Indomaret tempat gue biasa nunggu ojek online. Akhirnya gue beli lah 100ribu, dapet 1,5GB flash4G plus 2GB flash00-07. Ekspektasi gue waktu itu adalah gue menemukan jalan keluar dari beli paket flash di *363# yaitu beli pulsa internet yang isinya 3,5GB berlaku 30 hari. Problem is solved.

Eh, taunya pas seminggu kemudian kuota 1,5GB itu abis. Ekspektasi gue ya udah, berarti nanti akan motong dari yang 2GB dong. Tapi kok kenapa berkali-kali gue dapet SMS yang isinya 'kuota anda telah habis, pemakaian internet akan dikenai pulsa'? Gue cek pulsa...LAH KOK PULSA GUE ABIS 30RIBU? Gila. Dan pas gue cek sisa kuota yang 2GB dia nggak bergeming sama sekali, 2GB aja terus. Nggak berkurang. Bingung lah gue. Pas gue tanya via twitter sebenernya flash00-07 itu apaan, dijawab apa sodara-sodara?

"Itu kuota internet yang cuma bisa dipake pada jam 00:00 sampe jam 07:00 pagi, Kak."

EANJING.

Palalu meledak! Gue kira gue beli pulsa internet 100rb dapet 3,5GB berlaku 30 hari tanpa syarat dan ketentuan, eh taunya yang 2GB cuma bisa gue pake tengah malem buta? LO KIRA GUE BURUNG HANTU? 

Sejak itu, gue putuskan untuk putus hubungan dengan TelkomsyitFlush. BHAY. Sejenak gue sempet mikir untuk pindah ke KartuHalo karena konon kuota internetnya full kuota murni nggak ada Hooq dan Viu, tapi nggak jadi. Bagaimanapun juga, KartuHalo itu ya Telkomsyit juga. Kalo gue convert dari Simpati, siapa yang bisa jamin gue nggak akan lebih boros daripada sebelumnya? Jangan-jangan gue bayar mahal juga cuma dapet 3-4GB.

So, gue batal mampir di Grapari Mal Ambassador dan langsung fokus nyari toko yang jualan modem Bolt.

Bye, Telkomsel. You have always let me down. You picked me up high once or twice just so I can fall hard, bleeding endlessly, to the earth. It's over now. We're over. Gue hanya akan beli pulsa buat telepon dan SMS, dan beli kuota internet hanya kalo gue meninggalkan Jabodetabek.


You're only gonna let me down
When it counts, you count down
You're only gonna turn me out
As I burn, you burn out

You're only gonna make me feel so crazy
But when I think we could be something
You go and let me down, let me down

(Let Me Down - Kelly Clarkson)